Tahlilan: Tradisi atau Bid'ah? Buya Yahya Beberkan Dasar Hukumnya
- tvOnenews
Cianjur – Buya Yahya memberikan penjelasan mengenai tahlilan, sebuah tradisi yang umum dilakukan oleh umat Islam di Indonesia ketika ada seseorang yang meninggal dunia.
Melansit artikel dari laman tvonenews.com, Buya Yahya berusaha membantah pandangan beberapa kelompok umat Islam yang menganggap tahlilan sebagai bid'ah atau sesuatu yang tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah.
Buya Yahya menjelaskan bahwa meskipun tahlilan tidak dilakukan pada saat Nabi wafat, bukan berarti tindakan tersebut secara otomatis dianggap sebagai sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Nabi Muhammad.
Menurutnya, agama tidak hanya terbatas pada apa yang dilakukan oleh Nabi, tetapi juga mencakup pemahaman ulama terhadap ajaran-ajaran tersebut.
Buya Yahya memberikan contoh beberapa praktik keagamaan yang tidak dilakukan langsung oleh Nabi, namun diinisiasi oleh para sahabat dan ulama.
Misalnya, azan dua kali pada hari Jumat yang dilakukan oleh Sayyidina Utsman dan para sahabat, serta pelaksanaan salat tarawih yang diatur oleh Sayyidina Umar bin Khattab.
Buya Yahya menegaskan bahwa tindakan ini tidak dianggap sebagai bid'ah karena dilakukan oleh sahabat Nabi yang memahami ajaran-ajaran yang dilarang oleh Nabi.
Dalam hal tahlilan, Buya Yahya menjelaskan bahwa melakukan tahlilan dengan membaca doa-doa adalah bentuk memberikan pahala kepada orang yang telah meninggal dunia.
Selain itu, tahlilan juga memiliki nilai sedekah karena memberi makan kepada orang-orang di sekitar.
Namun, Buya Yahya juga mengingatkan agar tidak memaksakan diri dalam melaksanakan tahlilan jika tidak mampu secara finansial.
Dengan penjelasan ini, Buya Yahya berharap dapat menghapuskan stigma negatif terhadap tahlilan dan mengajak umat Islam untuk memahami dasar hukumnya dengan baik, sehingga tidak mudah menyalahkan tradisi tersebut tanpa pemahaman yang benar.