Samuel Shropshire, Pendeta Amerika yang Masuk Islam Karena Panggilan Adzan
- viva.co.id
Cianjur – Namanya Samuel Shropshire, pendeta Amerika ini tinggal di Arab Saudi. Samuel pertama kali datang ke Arab Saudi pada November 2011.
Sesampainya di Arab Saudi, Samuel yang saat itu menjabat sebagai pendeta tidak tahu apa-apa tentang Islam dan Nabi Muhammad SAW.
“Sebagian besar yang pernah saya dengar adalah berita negatif. Di Amerika saluran tv kami selalu memuat berita utama yang penuh sensasi tentang terorisme,” kata dia mengutip tayangan YouTube.
Samuel mengungkap bahwa ia pergi ke Arab karena diundang oleh Safi Kaskas untuk bekerja pada suatu proyek yang disebut Q project.
Samuel Kaskas berkeinginan untuk menciptakan terjemahan terbaru Al Quran versi Amerika yang memiliki tingkat bacaan yang lebih sederhana untuk generasi muda.
Karena dia tidak bisa membaca maupun berbicara bahasa Arab dan tidak berbicara apapun. Dia diundang ke Arab oleh Kaskas untuk memeriksa terjemahan bahasa Inggrisnya untuk memastikan intepretasi baru Al Quran ini mudah untuk dipahami umat muslim.
“Pekerjaan ini mengharuskan saya untuk membaca Al Quran lagi dan lagi,” katanya.
Saat membaca Al Quran Samuel mengungkap ada semacam pertanyaan di benaknya. Terlebih dia kaget mengetahui bahwa begitu banyak kisah Yesus di Al Quran.
“Saya kaget ketika mengetahui Yesus banyak diceritakan di Al Quran. Di Al Quran Yesus digambarkan sebagai salah satu nabi terbaik. Dan bahkan kisah melahirkan seorang wanita suci disebutkan di Al Quran. Ada banyak mukjizat yang Yesus lakukan juga disebutkan di Al Quran,” ujarnya.
Samuel juga mengakui bahwa dia tidak pernah mengantisipasi banyak keajaiban Yesus yang tidak tercatat dalam Alkitab, tetapi disebutkan dalam Al Quran.
“Malam-malam saya habiskan sendirian di kamar tidur kantor Dr. Safi. Ketika saya berdiri di balkon di gedung itu, saya melihat orang berbondong-bondong menyebrangi jalan raya untuk ke masjid,” ujarnya.
Ketika berada di balkon rumahnya, Samuel kerap mendengar panggilan adzan. Ketika suara adzan terdengar, ia melihat banyak laki-laki dan perempuan bergerak bersama-sama menuju masjid.
Situasi itu menjadi menarik terutama ketika dia melihat salah satu masjid Taqwa yang dekat di sekitar tempat tinggalnya.
“Menara masjid, bagi saya bangunan itu tampak seperti gereja di Amerika. Hati saya rindu untuk berada di masjid itu. Saya merasa didorong Tuhan untuk ke sana,” ujarnya.
Beberapa bulan kemudian Samuel memberanikan diri berjalan ke sana. Samuel yang pergi ke Masjid Taqwa dan mengetuk pintu, namun tidak ada seorang pun yang akan mengetuk pintu masjid.
“Umumnya saat orang je masjid mereka akan membuka pintu lalu masuk. Saya tidak yakin untuk melakukan itu, hingga saya menggedor-gedor pintu masjid hingga datang seorang,” ujarnya.
Dijelaskannya usai mengetuk pintu masjid, orang yang membuka pintu itu bertanya 'ada yang bisa saya bantu?' Dia jawab dan menjelaskan bahwa dia adalah orang Kristen dari dan meminta izin apakah dia bisa masuk ke dalam masjid.
“Pria itu Syafiq Zubair, dia seorang muadzin dia membuka tangannya dan memeluk saya. Lalu berkata 'tentu boleh, silahkan masuk'. Saya duduk di belakang masjid selama tiga hari setiap waktu solat. Saya tidak paham apa yang terjadi. Saya melihat jamaah berdiri, membungkuk, menyentuhkan wajah ke lantai mengikuti imam,” ujarnya.
Samuel saat itu merasa adanya kehadiran Tuhan di dalam masjid.
“Masjid Taqwa begitu ramah bagi saya, setelah tiga hari saya meminta Syafiq mengajarkan saya surat pertama dalam Al Quran Al Fatihah,” katanya. Samuel kemudian mengungkap menghafal suara pria itu tapi tidak tau apa arti yang dibacakannya. Jadi dia mencoba menerjemahkannya ke dalam bahasa Inggris.
“Dan saya menyadari tak ada satupun dalam surat Al Fatihah yang tidak sesuai dengan ajaran kristen. Di sana saya membaca kata-kata bahwa Tuhan Yang Maha Penyayang, Pemberi Rahmat dan Pengampunan. Anehnya hati saya merasa tersentuh dengan kata-kata yang ada di dalam Al Quran itu,” katanya.
Samuel mengungkap dari kasih sayang yang ditunjukkan orang-orang di masjid Taqwa. Dia mantap untuk menjadi seorang mualaf.
“Dr Sadiq Malki lalu mengantar saya ke yayasan pendidikan islam sekitar Al Hamra, Jeddah. Di sanalah saya bersyahadat,” ujarnya.