Sutrisno dan Kampung Berseri Astra: Kolaborasi Sukses Manfaatkan Energi Surya
- Istimewa
Cianjur – Sutrisno, penggagas ide dan konsep kreatif, merasa bangga dengan dukungan PT Astra yang telah membantu orang-orang di Dusun II Bukit Agung, Desa Keban Agung, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Dia merasa bangga dengan bahwa PT Astra telah membantu masyarakat.
Selain itu, Sutrisno, seorang sosok inspiratif dari Dusun II Bukit Agung, Desa Keban Agung, Muara Enim, telah berhasil membawa perubahan signifikan di desanya berkat kolaborasi dengan program Kampung Berseri Astra. Dengan visi yang jelas dan semangat yang membara, Sutrisno menginisiasi berbagai inovasi, salah satunya adalah pemanfaatan energi surya.
Dukungan penuh dari PT Astra memungkinkan desa ini untuk memasang panel surya di balai desa. Energi bersih yang dihasilkan dari panel surya ini kini menjadi sumber listrik utama untuk berbagai kegiatan masyarakat, mulai dari posyandu hingga acara-acara desa.
Selain itu, Sutrisno juga mengajak masyarakat untuk mengembangkan produk-produk kreatif seperti ecoprint dan sabun cuci piring berbahan alami. Kolaborasi ini tidak hanya memberikan manfaat bagi lingkungan, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat setempat.
Keberhasilan Sutrisno dan Kampung Berseri Astra membuktikan bahwa dengan semangat gotong royong dan dukungan dari berbagai pihak, desa-desa di Indonesia dapat mewujudkan masa depan yang lebih berkelanjutan.
Kampung Berseri Astra telah membantu masyarakat dengan menyediakan panel surya yang diserahkan secara langsung oleh PT Astra. Panel-panel ini sekarang digunakan di balai desa.
Saat diwawancarai, Sutrisno mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada PT Astra karena telah mendukung pengembangan bakat masyarakat serta program Kampung Iklim, yang didukung oleh PT PAMA Persada Nusantara, bagian dari Astra.
"Panel surya yang diletakkan di balai desa merupakan sumber energi terbaru bagi Desa Keban Agung. Ini sangat berguna untuk kegiatan posyandu dan acara di balai desa, meskipun penggunaannya terbatas untuk masyarakat," jelasnya pada Minggu, 27 Oktober 2024.
Untuk meningkatkan ekonomi masyarakat, Sutrisno mengatakan ia membentuk kelompok untuk mengembangkan ecoprint, sabun cuci piring, souvenir, dan produk lainnya.
Namun, ia mengakui bahwa memasarkan produk keluar daerah adalah tantangan. Pameran biasanya melibatkan pemasaran.
"Ecoprint adalah proses mencetak motif daun ke kain menggunakan pewarna alami, tanpa bahan kimia. Prosesnya cukup panjang, dan harganya bisa mencapai 350 ribu rupiah. Namun, ketika sudah jadi baju, harganya bisa jauh lebih mahal," terangnya.
Sutrisno juga berbagi pengalaman tentang tantangan dalam menjelaskan konsep Proklim kepada masyarakat. Awalnya, banyak yang mengira Proklim hanya berhubungan dengan pengelolaan sampah, padahal program ini mencakup banyak pengetahuan tentang mitigasi dan adaptasi, yang pada gilirannya dapat mendorong terbentuknya kelompok usaha.
"Salah satu contohnya adalah teh kelor. Kami memanfaatkan daun kelor dari lingkungan kami sendiri dan menjadikannya teh yang dapat diseduh. Teh kelor ini bahkan kami bawa ke Festival Rempah di Sumatera Selatan. Kegiatan kami sangat berfokus pada lingkungan," ujarnya.
Sutrisno mengakui bahwa pemasaran ecoprint menjadi tantangan bagi usahanya, terutama karena biaya bahan baku yang tinggi. Karena itu, ia berencana membuat produk jadi seperti udeng atau tas dengan harga yang lebih murah.
"Ke depan, kami ingin mengembangkan program ecoprint tidak hanya untuk menjual bahan dasar pakaian, tetapi juga produk jadi seperti udeng, tas, atau pakaian siap pakai. Kami masih mencari penjahit yang berkualitas, sementara proses pembuatan ecoprint tidak menemui kendala karena bahan-bahan mudah didapat dari alam sekitar," katanya. (Shandy Sanjaya/Cianjur Viva)